Kamis, 25 Februari 2010

Mengendalikan HAWA NAFSU jauhi SYIRIK

Manusia hidup di muka bumi ini bukan tanpa alasan. Tidak lain adalah untuk menetapi tujuan penciptaannya yaitu IBADAH kepada 4JJI. Dalam menetapi tujuan tersebut, harus dilaksanakan sesuai program yang telah Alloh berikan, yaitu aturan Al-Qur'an & Al-Hadits. Keduanya harus dilaksanakan secara kaafah (menyeluruh), tidak setengah-setengah. Dalam pelaksanaannya, kita harus paham dan berhati-hati betul agar tidak keliru dalam memahami ayat demi ayat atau potongan hadits yang ada di dalamnya. Semua itu dalam rangka mencapai kesempurnaan keimanan.

Dalam keimanan yang sempurna, manusia akan bisa memilah-milih mana kepahaman yang sesuai aturan, dan mana yang menyimpang. Salah satunya:

“walaupun melanggar yang penting tidak syirik, nanti tidak kekal di neraka”

Ini adalah kefahaman yang salah kuadrat. Kefahaman ini berawal dari dalil “Fayuqoolu lii: intholiq! Faman kana fi qolbihi adna adna adna min mitsqoli habbatin min khordalin min iimanin faakhrijhu minannaar. Faantholiqu faaf’alu. Rowahu Muslim.” : Ahli tauhid yang keimanannya sekecil apapun nantinya akan mendapat rohmat dari 4JJI, yaitu dikeluarkan dari api neraka yang berkobar-kobar.

Dalil ini walaupun isinya kabar gembira tetapi berbahaya, jika tidak dipahami dan disimpulkan secara hati-hati dan benar. Berbahaya karena bisa menimbulkan ketidakseimbangan dalam me-manage rasa roja’ dan khouf dalam hati seseorang.

ROJA’ : harapan, apa2 yang menimbulkan rasa berharap terhadap rohmatnya 4JJI.
“Man yuthi’illaha warosulahu yudkhilhu jannah” memotivasi kita untuk tho’at agar masuk surga.
KHOUF : khawatir, apa2 yang menimbulkan rasa takut terhadap siksanya 4JJI.
“Man ya’shillaha warosulahu yudkhilhu naaro” memotivasi kita untuk menghindari tidak tho’at agar tidak masuk neraka.

Menimbulkan keputusasaan dan rasa al amnu min makrillah (yang penting tidak syirik nanti tidak langgeng di neraka – rasa aman dari siksa 4JJI), padahal "min akbaril kabaa’ir al amnu min makrillah". Karena dalam perintah yang lain Allah mewajibkan kita untuk takut pada 4JJI, takut pada neraka, "wattaqunnaaro walau bisyiqqi tamro, wattaqunnaarollati waquuduhannaasu wal hijaroh". Jika kemudian dientengkan “yang penting tidak langgeng” jelas itu adalah kesalahan.

Pengertian yang sesungguhnya bagaimana?

Berawal dari hadist: “Yaa mu’adz, atadri maa haqqullohu ‘alal ‘ibaad? Wa maa haqqul ‘ibaadi ‘alalloh? Qultu: Allahu warosuuluhu a’lam. Qoola: haqqulloha ‘alal ‘ibaad* an ya’buduuhu wala yusyriku bihi syai’a. Wa haqqul ‘ibaadi ‘alalloh an la yu’adziba man la yusyriku bihi syai’a. Faqultu: yaa rosuulallah, afala ubasyirunnaas? Qoola: la tubasyirhum fa yattaqiilu. Akhrojahu bukhori wa muslim.”
*Ibaad = orang yang mengHAMBAkan diri kepada 4JJI = orang yang berIBADAH pada 4JJI.
Pengertiannya: tuntutan hamba kepada 4JJI adalah bahwa orang yang sudah beribadah kepada 4JJI, kemudian tidak syirik pada 4JJI, maka diminta untuk tidak disiksa di neraka.

Lagipula, tuntutan ini juga bukan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh 4JJI, karena salah satu sifat Allah tidak bisa dituntut oleh siapa2, “la yujiibu li ahadun” 4JJI tidak bisa diwajibkan oleh orang lain.

Lantas bagaimana? Ini adalah tafadhulullohu ‘ala ‘ibaadihi, merupakan keutamaan 4JJI yang diberikan kepada hambaNya, bahwa orang yang sudah melaksanakan kewajiban beribadah, bila tidak syirik, nanti dia akan masuk surga.

Tidak syirik itu bagaimana?

“Wa ma’nalhadits: annallaha la yu’adzibu man la yusyriku bihi syai’a, wa annal ma’shiyah takuunu maghfurotan bitahiqqiittauhid. Wa nahyu sholallohu ‘alaihi wasallam an ikhbarihinn li an la ya’tamidu ‘ala haadzihil buysro duuna takhidzii mukhtadzooha, li anna tahiqqottauhdid yastajzimujtinaabal ma’ashi, li annal ma’ashiya shodirotun ‘anil hawa wa hadza nau’un minasyirk. Qoolallohu ta’ala: afaro’aita manittakhodza ilaahahu hawa, wa adhollallohu ‘ala ‘ilmin, wakhotama ‘alassam’i wa qolbi wa ja’ala ‘ala bashori ghisyaawah yahdihi min ba’dillah. Afala tadzakaruun?”

Pengertiannya adalah seseorang akan diselamatkan dari neraka kalau memang ia di dalam hidupnya semaksimal mungkin bisa menetapi kemurnian, termasuk tidak mengikuti hawa nafsunya.

Tidak hanya di situ saja, juga harus memenuhi syarat ibadah:
1. Ikhlashun lillah. Murni karena 4JJI, termsuk terbebas dari riya’, sum’ah, ‘ujub.
2. Muttaba’urrosul. Sesuai dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits.

KESIMPULAN

• Seseorang tetap harus beribadah secara benar,
• Syaratnya: hatinya karena 4JJI, bentuk ibadahnya harus sesuai yang dicontohkan oleh rosuululloh,
• Setelah semuanya dipenuhi, maka berlakulah haqNya 4JJI tidak akan menyiksa hamba yang tidak syirik (tidak melanggar, tidak mengikuti hawa nafsunya),
• Sehingga walau sekecil apapun iman yang ada di dalam hatinya, nantinya masih dibebaskan oleh 4JJI dari siksa neraka.

N/B : Di ambil dari blog seseorang tanpa nama yang mengilhami saya agar berbagi kepada kawan-kawan semua, dan semoga para penulis itu di berikan pahala yang melimpah dari Allah karena mau berbagi pengetahuan amiiiiiiiiiii....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar